1. Oka Diah Gayatri ( VIII H / 27 )
2. Ni Wayan Eriska Tarisna ( VIII H / 15 )
3. Ni Putu Oppie Yunita Dewi ( VII B / 21 )
4. Ida Bagus Susila Darma ( VII C / 31 )
5. Ni Luh Putu Jayanti Dewi ( VII E / 17 )
6. Dewa Gede Marsa Eka Putra ( VII E / 21 )
7. Putu Laksmi Dewayani ( VII I / 18 )
8. Luh Dea Restu Handayani ( VII I / 20 )
9. Putu Nanda Indah Agustini ( VII I / 22 )
Selasa, 07 Februari 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan blogger ini tepat pada waktunya yang berjudul " Sejarah 7 & 8 ". Blogger ini berisikan tentang informasi pelajaran sejarah yang telah kita dapat di kelas.
Diharapkan blogger ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari blogger ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan blogger ini.
Diharapkan blogger ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari blogger ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan blogger ini.
MATERI SEJARAH
Silakan pilih beberapa materi yang ingin kalian lihat :
2. KELAS 8 ( SMP )
* Untuk materi berikutnya menyusul !!!
1. KELAS 7 ( SMP )
2. KELAS 8 ( SMP )
* Untuk materi berikutnya menyusul !!!
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Bukti kronologis masuknya Islam ke Nusantara
Masuknya agama Islam ke Nusantara belum diketahui secara pasti. Namun
ada beberapa pendapat tentang kapan masuknya agama Islam ke Nusantara
berdasarkan temuan-temuan atau bukti-bukti sejarah.
Beberapa sumber informasi tentang awal masuknya agama Islam ke Nusantara antara lain sebagai berikut :
1. Abad ke -7 Masehi
Sumber sejarah yang menginformasikan Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi adalah sebagai berikut :
a.
Berita Cina Zaman Dinasti Tang yang menerangkan bahwa pada tahun 674 M, orang-orang Arab telah menetap di Kanton. Groeneveldt
berpendapat bahwa pada waktu yang sama kelompok orang Arab yang
beragama Islam mendirikan perkampungan di pantai barat Sumatera.
Perkampungan tersebut namanya Barus/Fansur.
2. Abad ke -13 Masehib. Pada waktu Sriwijaya mengembangkan kekuasaan sekitar abad ke- 7 dan 8, para pedagang Muslim telah ada yang singgah di kerajaan itu sehingga diduga beberapa orang di Sumatera telah memasuki Islam. c. Pada tahun 674 M, Raja Ta-Shih mengirim duta ke kerajaan Holing untuk membuktikan keadilan, kejujuran dan ketegaran Ratu Sima.
Sumber sejarah yang menyatakan Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada abad ke-13 M adalah sebagai berikut :
a. Catatan perjalanan Marcopollo
yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M
dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
b. Ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 1297 M
c. Berita Ibnu Batutah
dari India. Dalam perjalanannya ke Cina, Ibnu Batutah singgah di
Samudra Pasai pada tahun 1345 M. Ia menceritakan bahwa Raja Samudra
Pasai giat menyebarkan Agama Islam.
3. Abad ke -15 Masehi
Sumber sejarah yang menyatakan Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada abad ke-15 M adalah sebagai berikut :
a. Catatan Ma-Huan
seorang Musafir Cina Islam, memberitakan bahwa pada abad ke-15 M
sebagian besar masyarakat Pantai Utara Jawa Timur telah memeluk Islam.
b. Pemakaman muslim kuno di Troloyo dan Trowulan. Makam yang berangka tahun 1457 M membuktikan adanya bangsawan Majapahit yang sudah memeluk Agama Islam pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
c. Makam salah seorang Wali Songo di daerah Gresik. Pada batu nisannya tertulis nama Malik Ibrahim (Bangsa Persia) yang wafat pada tahun 1419 M.
d . Suma Oriental dari Tome Pires, catatan musafir Portugal ini memberitakan mengenai penyebaran agama Islam. antara tahun 1512 M sampai tahun 1515 M di Sumatera, Kalimantan, Jawa sampai sampai Kepulauan Maluku. | |
Golongan Pembawa Islam di Nusantara | |
Golongan pembawa Islam di Nusantara
Adanya
interaksi antara pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang
tinggi, memunculkan beragam teori mengenai siapakah sebenarnya yang
memperkenalkan Agama Islam kepada penduduk Nusantara. Proses masuk dan
berkembangnya agama Islam di Nusantara menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Menemukan sejarah, wacana pergerakan Islam di Indonesia, terdapat
tiga teori yang memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya
Islam ke Nusantara, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa
agama Islam ke Nusantara.
Adapun ketiga teori tersebut yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara antara lain sebagai berikut :
a. Islam datang dari Arab (teori Mekah)
b. Islam datang dari Gujarat (teori Gujarat)
c. Islam datang dari Persia (teori Persia) .
1. Islam datang dari Arab ( teori Mekah )
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Dasar teori ini adalah :
2. Islam datang dari Gujarat ( teori Gujarat )
Gambar 1. Prof. Dr. H. Hamka
Pendapat
ini dikemukakakan oleh Soetjipto Wirjosoeparto dan Christian Snouck
Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara
bukan dari Arab. Melainkan dari Gujarat/India. Hubungan langsung antara
Nusantara dan Arab baru terjadi pada masa kemudian yaitu contohnya
hubungan utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah pada pertengahan abad
ke-7 M. Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur Islam di
Nusantara yang menunjukkan persamaannya dengan India.
Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah), teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-kapal pedagang muslim yang disanggah. Gambar 2. Christian Snouck Hurgronje
3. Islam datang dari Persia (teori Persia)
Teori
ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 M dan
pembawanya berasal dari Persia (Iran). Teori ini mengungkapkan adanya
kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam
Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya peringatan hari Asyura (10
Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad, yang
sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat
peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di
pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro, penggunaan istilah
bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi
harakat. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan disebut Pes, sedang dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah dan Dhommah. Didalam tulisan Arab, Sin
bergigi sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi sementara itu,
Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”.
Beliau inilah yang dahulu datang ke tanah Jawa sebab di Giri terdapat
Kampung Leran, dan nisan Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, J.C. Van Leur, M. Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.
Gambar 3. Hoessein Djajadiningrat
| |
Peran Penyebaran Islam di Nusantara | |
Peran penyebaran Islam di Nusantara
Proses
persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu
terbukti dari wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh
kepulauan Nusantara.
Penyebabnya antara lain sebagai tersebut :
Dari faktor penyebab tersebut diatas agama Islam dapat diterima oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari :
1. Peranan Pedagang
Awal penyebaran Agama Islam di Nusantara tidak lepas dari peran para pedagang. Para
pedagang yang berdatangan di Nusantara berperan sebagai pedagang dan
ulama (orang yang memahami ajaran Islam) Oleh karena itu, selain
menjalankan profesi berdagang mereka juga menyebarkan Agama Islam. Mereka amat giat memperkenalkan nilai-nilai Islam ke seluruh penduduk. Para pedagang Gujarat, Arab, dan Persia
yang datang ke Nusantara berupaya mencari simpati dari masyarakat
setempat. Melalui hubungan yang saling terbuka diantara raja, bangsawan,
pedagang dan masyarakat setempat maka terjadilah perubahan sosial baik
secara vertikal maupun horizontal.
Perubahan sosial secara vertikal ditandai dengan banyaknya pedagang Islam yang memperoleh keuntungan dari kegiatan dagangnya. Para
pedagang tersebut memiliki kekayaan yang cukup banyak sehingga mampu
meningkatkan status sosialnya. Menurut perjalanan Tome Pires yang
mengunjungi pelabuhan Tuban dan Gresik pada tahun 1514 terdapat pedagang
Islam yang kaya dan penguasa-penguasa di pelabuhan. Oleh karena itu
para pedagang di pelabuhan Tuban dan Gresik memiliki otonomi yang kuat
dan disegani oleh penguasa Majapahit. Islam
dan dagang merupakan dua hal yang tidak dipisahkan pada zaman ramainya
perdagangan di perairan Nusantara abad ke-12 – ke-17.
Gambar 4. Pedagang dari Gujarat
Gambar 5. Pedagang Islam
2. Peranan Ulama/Wali
Selain para pedagang peran ulama dan Wali sangat besar dalam percepatan
proses penyebaran Islam. Mereka menyebarkan agama Islam melalui
langgar, surau/madrasah. Madrasah yang tersohor pada waktu itu seperti
di Ampel, Giri, Tuban, Kudus dan Demak. Para ulama yang sangat berjasa
dalam penyebaran agama Islam di Jawa adalah Wali Sanga
atau Wali Sembilan. Wali adalah seorang Islam yang tinggi budi
pekertinya dan tinggi dalam ilmu agamanya.Wali adalah sebutan bukan
nama. Disamping mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran
agama Islam di Jawa. Wali Sanga juga berperan sebagai penasihat raja dan
pendukung raja-raja Islam yang berkuasa, bahkan ada yang menjadi raja,
seperti Sunan Gunung Jati.
Adapun nama-nama Wali Sanga berikut perjuangannya dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah adalah sebagai berikut; Maulana
Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Drajad, Sunan Bonang, Sunan Giri,
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
Penyebaran agama Islam di Jawa selain dilakukan oleh Wali Sanga juga dilakukan oleh para ulama, seperti Syekh Siti Jenar (Demak), Sunan Tembayat (Klaten), Syekh Yusuf (Banten), Sunan Geseng (Magelang), Sunan Panggung (Tegal), dan Syekh Abdul Muhyi (Tasikmalaya), Syekh Burhanuddin (Minangkabau), Syekh Abdurrauf Al Fanhury ( Aceh ).
Islam selain berkembang pesat di Pulau Jawa juga berkembang di pulau lainnya di Indonesia. Dakwah Islam itu juga dilakukan oleh beberapa ulama besar, seperti; Datori Bandang (Gowa, Makassar), Dato Sulaiman (Sulawesi Tengah dan Utara), Tuan Tunggang ri Parangan (Kalimantan Timur) dan Penghulu Demak (Banjarmasin dan Kalimantan Selatan).
| |
Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara | |
Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhokseumawe
(sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan
Islam pertama di Nusantara dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya
strategis karena menghadap Selat Malaka.
Awal
berdirinya kerajaan Samudra Pasai diketahui dari batu nisan makam raja
Malik al-Saleh yang wafat tahun 1297 M. Diperkirakan bahwa Sultan Malik
al-Saleh (1290-1297) merupakan pendiri dan raja pertama kerajaan Samudra
Pasai. Setelah Malik al-Saleh wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanjutkan
oleh Sultan Muhammad Malik al-Taher (1297 – 1326 M), Sultan Ahmad dan
Sultan Zainal Abidin.
Menurut beberapa sumber sejarah, banyak pedagang dari berbagai negara
berlabuh di Pelabuhan Pasai. Pelabuhan Pasai yang sangat strategis itu
dijadikan sebagai tempat untuk transit barang-barang dari berbagai
negara sebelum diekspor ke tempat lain. Kerajaan Samudra Pasai mampu
memanfaatkan ramainya perdagangan internasional yang dilakukan oleh para
pedagang Islam. Mata uang yang digunakan oleh masyarakat Samudra Pasai
dalam kegaiatan dagang ketika itu adalah mata uang emas (berita
Marcopolo tahun 1292 M dan Ibnu Batutah tahun 1326 M). Samudra Pasai
telah berperan sebagai pusat penyebaran Islam ke berbagai kawasan
sekitarnya.
2. Kerajaan Aceh
Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah
(1513-1528 M). Pada masa pemerintahannya, Aceh menyatukan
kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan Samudra Pasai,
Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan Alauddin Riayat Syah
(1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha mengusir
Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang
bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya
adalah menjalin hubungan dengan Turki, Persia, India dan
Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu
dari pesisir barat samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera
sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M). Pada masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang politik ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani karena didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang
ahli tasawuf yang berasal dari Gujarat, India. Nuruddin ar Raniri
pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M. Nuruddin ar Raniri
banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah
Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar
Thani wafat, kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran.
3. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden Fatah (1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir utara Jawa, bekas Kerajaan Majapahit.
Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya, Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan itu mengalami kegagalan, karena jarak serangan terlalu
jauh dan Demak kurang memiliki persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan
Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara mampu melawan kekuatan
bangsa Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha membendung
masuknya Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak
mengalami kemunduran yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan
kelemahan sistem pemerintahan di Kerajaan Demak. Kerajaan Demak memiliki
peranan besar sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa. Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan antara kebudayaan Jawa dan Islam. Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Kudus.
Pendiri Kerajaan Mataram ialah Kyai Ageng Pamanahan. Setelah meninggal tahun 1575 M, Pamanahan digantikan oleh anaknya bernama Sutawijaya. Pada masa pemerintahan Sutawijaya, wilayah kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon dan sebagian Priangan.
Sutawijaya kemudian digantikan Mas Jolang
(1511-1613 M). Pada masa pemerintahan Mas Jolang, Mataram Islam tidak
mampu memperluas wilayahnya karena disibukkan dengan usaha mengatasi
para pemberontak.
Pengganti Mas Jolang ialah Raden Rangsang (1613-1645 M) yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan sejak tahun
1614 M, Sultan Agung mulai bergerak menaklukkan kembali daerah di
pesisir utara Jawa. Balatentara Mataram berhasil menaklukkan Lumajang,
Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang, Lasem, Madura, Surabaya dan Sukadana
(Kalimantan). Sedangkan di daerah pedalaman yang tidak mau tunduk kepada
kerajaan Mataram Islam, yaitu Madura, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro.
Setelah Surabaya jatuh hampir seluruh Jawa dikuasainya hanya tinggal
Cirebon, Banten dan Batavia yang belum dikuasai. Pada tahun 1628 M dan
1629 M Mataram menyerang Batavia, namun tidak berhasil karena kurangnya
persiapan logistik. Sultan Agung adalah seorang organisator, ahli
politik, ahli filsafat dan ahli sastra. Berikut ini adalah hasil karya
Sultan Agung, yaitu :
a. Tahun 1833 M, Sultan Agung menciptakan Tarikh Jawa Islam yang dimulai 1 Muharam 1043 H.
b. Mengarang buku ”sastra gending” yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa.
c. Membuat buku undang-undang hukum pidana dan perdata yang diberi nama ”surya alam”.
5. Kerajaan Cirebon
Awalnya
Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16,
Cirebon berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di
pantai Jawa Barat bagian utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak
dan proses Islamisasi berkembang terus, Sunan Gunung Jati segera
membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon.
Cirebon
dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten
dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah
Cirebon, sebelum pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun
secara politik dan budaya, hubungannya terjadi melalui perkawinan. Pada
tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara perempuan raja Demak.
Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak bernama
Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak
merebut Banten dari penguasa Pajajaran. Adapun Sunan Gunung Jati,
setelah meletakkan dasar-dasar pemerintahan kesultanan Banten segera
membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1552 M. Masih ada perbedaan
pendapat mengenai apakah Sunan Gunung Jati dengan Fatahillah sama
orangnya atau berbeda ? Selama ini terdapat dua versi mengenai tokoh
tersebut. Versi pertama dikemukakan oleh sejarawan Hoesien
Djajadiningrat (1913) yang merujuk pada sumber-sumber yang dikemukakan
oleh catatan sejarah bangsa Portugis dan sumber-sumber lainnya
mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati ialah sama dengan Fatahillah,
Falatehan, Tagaril, atau Syarif Hidayatullah. Versi kedua dikemukakan
oleh sejarawan Atja (1972) dan Edi S. Ekadjati (2000) mengatakan bahwa
Fatahillah dan Sunan Gunung Jati ialah dua orang yang berbeda, walaupun
keduanya ialah sama-sama tokoh penyebar Islam di Cirebon. Versi kedua
ini didukung oleh Babad Cirebon dan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.
6. Kerajaan Banten
Hasanuddin
sebagai anak dari Sunan Gunung Jati dianggap sebagai raja dari
Kerajaan/Kesultanan Banten yang pertama. Adapun Sunan Gunung Jati
dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten.
Seperti
halnya ayahnya, Hasanuddin memiliki hubungan keluarga dengan Raja Demak
(Sultan Trenggono) melalui perkawinan. Dari perkawinan tersebut,
Hasanuddin memperoleh dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Anak kedua diangkat menjadi penguasa Jepara, sedangkan Maulana Yusuf sebagai anak pertama diangkat menjadi Raja Banten.
Perebutan tahta di Banten terjadi sepeninggal Maulana Yusuf, yaitu antara Maulana Muhammad
(anak Maulana Yusuf) dengan Pangeran Jepara. Namun usaha ini dapat
digagalkan oleh pasukan Banten. Dari kegagalan serangan tersebut, Banten
dan Cirebon berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat.
Banten mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa
(1651-1682 M). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat
pertempuran melawan VOC. Kegigihan Sultan Ageng ditentang oleh Sultan
Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk menggunakan politik adu
domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat ditangkap Belanda
tahun 1683 M dan dipenjara di Batavia sampai akhirnya wafat tahun 1692
M. Akhirnya, Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan
VOC. Harus menerima kenyataan bahwa Belanda memonopoli perdagangan di
Banten.
7. Kerajaan Makassar
Pada
abad ke- 16 di pulau Sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya
kerajaan Luwu,Gowa, Wajo, Soppeng, Tallo dan Bone. Diantara
kerajaan-kerajaan tersebut terdapat persaingan perebutan hegemoni di
Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia bagian Timur. Dua kerajaan
berhasil memenangkan persaingan tersebut, yaitu Gowa dan Tallo yang
kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar.Kerajaan Makassar
mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).
Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya di Sulawesi Selatan termasuk Kerajaan Bone. setelah VOC mengetahui
pelabuhan Makassar yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan
beras. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan memiliki tradisi
merantau.Tradisi ini berkaitan dengan kehidupan ekonomi perdagangan
antar pulau. Pada masa kejayaannya, pedagang Makassar melakukan kegiatan
perdagangan dengan berbagai Pelabuhan di seluruh Nusantara.Hubungan
diplomatik juga dilakukan antara lain dengan kerajaan-kerajaan di Asia,
seperti Mindanao, Mogul, Turki dan Sulu. Sikap terbuka masyarakat
Kerajaan Makassar menyebabkan terbentuknya perdagangan bebas di kawasan
ini. VOC mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang serta membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda
(pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah
peristiwa itu antara Makassar dan VOC mulai terjadi Konflik. Keadaan
meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palaka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka. Akhirnya Makasar diduduki VOC melalui Perjanjian Bongaya tahun 1667 M.
8. Kerajaan Ternate dan Tidore
Kerajaan
Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan di kepulauan Maluku. Dalam
sejarah perkembangannya, kedua kerajaan tersebut bersaing untuk
memperebutkan kekuasaan politik dan ekonomi. Tidak jarang mereka
melibatkan kekuatan-kekuatan asing, seperti Portugis, Spanyol dan
Belanda. Kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam perkembangannya
berambisi pula untuk menguasai secara monopoli perdagangan rempah-rempah
di kawasan ini. Persaingan antara kerajaan Ternate dan Tidore
diperburuk dengan ikut campurnya bangsa Portugis yang membantu Ternate
dan bangsa Spanyol yang membantu Tidore. Setelah memperoleh keuntungan,
kedua bangsa barat tersebut bersepakat untuk menyelesaikan persaingan
mereka dalam Perjanjian Saragosa ( 22 April 1529).
Hasil perjanjian tersebut, Spanyol harus meninggalkan Maluku dan
menguasai Philipina, sedangkan Portugis tetap melakukan perdagangan di
kepulauan Maluku. Walaupun
sedang bersaing memperebutkan hegemoni di kawasan tersebut,
kerajaan-kerajaan di Maluku tetap tidak menginginkan bangsa-bangsa barat
mengganggu kegiatan perdagangan di kawasan tersebut. Hal itu merupakan
salah satu ciri kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Oleh karena itu,
mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan asing. Misalnya,
perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Hairun (1550 – 1570 M) dan perlawanan Sultan Baabullah (1570-1583).Perlawanan
yang terakhir ini mampu memaksa bangsa Portugis meninggalkan Maluku dan
memindahkan kegiatannya ke Timor Timur (sekarang Timor Leste). Adapaun
perlawanan terhadap Belanda dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780 – 1805 M).
| |
Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Nusantara | |
Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Nusantara
Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara meninggalkan warisan sejarah yang
sangat berharga. Peninggalan tersebut merupakan hasil dari proses
belajar masyarakat Islam Nusantara pada masa kejayaannya, baik hasil
perpaduan antara kebudayaan asing dan kebudayaan setempat maupun yang
digali dari masyarakat Nusantara sendiri.
Peninggalan-peninggalan tersebut antara lain sebagai berikut :
Masjid
Dalam bidang arsitektur atau seni bangun, peninggalan yang sangat
berharga, yaitu arsitektur bangunan masjid yang merupakan perpaduan
antara seni bangun dari berbagai kawasan dunia Islam dan kebudayaan
setempat. Contoh bangunan Masjid Agung Cirebon, Masjid Agung Banten dan
Menara Kudus yang mengadopsi kebudayaan setempat. Contoh lainnya, bentuk
bangunan gerbang Masjid Sumenep yang mengadopsi gaya Portugis. Adapun
gaya India dan Eropa tampak pada arsitektur Masjid Penyengat dan Masjid
Baiturrahman.
Gambar 5. Masjid Menara Kudus Gambar 6. Masjid Agung Banten Keraton
Keraton adalah tempat untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting yang
menyangkut urusan kerajaan. Di keraton, Sultan beserta keluarganya
tinggal. Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan.
Keraton Islam di Nusatara memiliki ciri-ciri khusus, antara lain:
Gambar 3. Kraton Yogyakarta Gambar 4. Reruntuhan / sisa pondasi Kraton Banten (Surosuwan) Batu Nisan
Batu
nisan adalah bangunan terbuat dari batu yang berdiri di atas makam.
Nisan berfungsi sebagai tanda adanya suatu makam seseorang yang sudah
meninggal. Bentuk nisan juga bermacam-macam. Nisan-nisan yang bercorak Islam biasanya dihiasi dengan tulisan Arab dalam bentuk kaligrafi.
Gambar 5. Batu Nisan Makam Sultan Malik Al-Saleh
Gambar 6. Batu Nisan Makam Fatimah binti Mamun
Kaligrafi
Kaligrafi
adalah seni menulis indah dengan merangkai huruf-huruf Arab atau
ayat-ayat suci al-Qur’an sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Biasanya
yang menjadi objek seni kaligrafi adalah tokoh manusia, tumbuhan atau
binatang.
Contoh kaligrafi antara lain sebagai berikut :
a. Kaligrafi pada batu nisan.
b. Kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon.
c. Kaligrafi bentuk hiasan.
Gambar 7. Contoh Kaligrafi
Gambar 8. Contoh Kaligrafi dengan Obyek Berbentuk Manusia
Seni Sastra
Peninggalan karya sastra bercorak Islam di Nusantara dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu :
Gambar 9. Hikayat Amir Hamzah
Gambar 10. Babad Tanah Jawi
Seni pertunjukkan
Peninggalan sejarah yang bercorak Islam dalam bentuk seni pertunjukkan adalah :
|
KOLONIALISME JEPANG DI INDONESIA
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemerintahan Militer Jepang | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Perlawanan Rakyat dan Pergerakan Kebangsaan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Langganan:
Postingan (Atom)